
Nama buku:Dari Perbendaharaan Lama
Penulis: HAMKA
Sampul : Softcover
Penerbit : GEMA INSANI
Terbit : Agustus 2017
Tebal : 244 halaman
Ukuran : 15 x 23 cm
info order: 087781160220
Membaca sejarah nenek moyang adalah suatu hal yang meninggalkan kesan yang mendalam di jiwa kita, apalagi jika kita membacanya dengan rasa cinta. Semakin ia dibaca semakin terbayanglah masa-masa yang lampau akan meninggalkan jejak yang dalam untuk menghadapi zaman sekarang dan yang akan datang.
Dalam sejarah, kita melihat betapa mereka itu, nenek moyang kita, telah menanamkan dasar-dasar bagi berdirinya pusaka suci yang kita perjuangkan sekarang.
Meninjau sejarah hendaklah dengan rasa cinta. Meninjau sejarah hendaklah kita seakan-akan merasai bahwa kita turut hidup dengan mereka. Sebab rasa hati dan suka duka kita sekarang adalah rasa hati dan suka duka yang telah mereka tinggalkan buat kita.
Kadang-kadang kita berjumpa dongeng-dongeng yang sepintas lalu kita merasa bahwa itu hanya khayal belaka, cerita yang tidak-tidak. Namun, apabila kita tukikkan pandang dan renungkan lebih mendalam, akan kelihatanlah bahwa dongeng khayal itu mengandung kebenaran. Dalam yang tersurat tampak yang tersirat bahwa dongeng mengandung filsafat.
Baca juga: Resensi Buku SEJARAH UMAT ISLAM – HAMKA
Orang pernah bertanya kepada saya buku apa yang saya baca ketika saya menyusun “Dari Perbendaharaan Lama” ini, lalu saya katakan bahwa buku-buku yang saya baca, selain dari buku-buku lama pusaka nenek moyang kita, yang setengahnya benar-benar dikeluarkan dari simpanan perbendaharaan lama, adalah buku-buku yang mereka baca juga. Perbedaannya hanya sedikit, yaitu bahwa saya melihat apa yang tidak mereka lihat. Saya pun membaca buku-buku catatan sarjana sejarah Belanda, namun setelah saya baca buku-buku itu, ternyata mereka pun kadang-kadang tidak melihat apa yang saya lihat.
Peneliti-peneliti Belanda menyusun sejarah bangsa-bangsa dari kerajaan-kerajaan kita di zaman purbakala, tetapi mereka melihat dari luar, yang mereka banggakan ialah kemenangan mereka dan kekalahan nenek moyang kita, kepintaran mereka dan kebebalan nenek moyang kita, atau rasa kemegahan bangsa Belanda dapat menaklukkan suku-suku bangsa Indonesia yang jauh lebih benar daripada mereka. Kadang-kadang terselip juga rasa kebencian orang Belanda Kristen kepada suku-suku bangsa Indonesia yang beragama Islam. Sedangkan saya adalah seorang Muslim Indonesia.
Saya tinjau Perbendaharaan Lama itu kembali, meskipun fakta yang dinilai satu macam, tetapi caranya menilai terdapat perbedaan yang jauh.
Hasil renungan saya “Dari Perbendaharaan Lama” ini telah saya mulai pada tahun 1955 M dimuat berturut-turut dalam “Mingguan Abadi” yang terbit di Jakarta, barulah terhenti setelah surat kabar Harian “Abadi” itu berhenti terbit pada tahun 1960.
Syukurlah karena di dalam membina kepribadian Indonesia Pemimpin-pemimpin Negara kita selalu menganjurkan supaya meninjau kembali sejarah Tanah Air kita dengan perasaan kita sebagai bangsa Indonesia, terutama sebagai seorang muslim yang melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain. Syukurlah pada beberapa seminar tentang sejarah Tanah Air Kita telah diadakan dan pada bulan Maret 1963 M telah diadakan pula seminar Sejarah Masuknya Islam ke Sumatera Utara di Medan.
Dalam seminar itu mulai tumbuh dengan suburnya penilaian sejarah dengan pandangan kita sendiri sebagai bangsa. Perasaan inilah yang telah saya pupuk, terutama dalam “Dari Perbendaharaan Lama” ini.
Apabila saudara membaca rangkaian “Dari Perbendaharaan Lama” ini, saya berharap semoga kisah perjuangan zaman lampau akan bertumbuh dalam jiwa saudara, seakan-akan mereka hidup di tengah-tengah saudara, atau saudara hidup di tengah-tengah mereka. Itulah modal kita menghadapi zaman kini dan zaman depan.
Kebayoran Baru, 1963.
Pengarang-HAMKA